"PKBM AZ- ZAHRA""MEMBANGUN PERADABAN YANG BERMARTABAT" "MARI KITA TUNTASKAN WAJIB BELAJAR DUA BELAS TAHUN""TIDAK ADA KATA TERLAMBAT UNTUK BELAJAR"

Kelas menulis

Kelas Menulis Sabusabu: Terapi Luka Batin (Inner Child)

Kamis, 8 Februari 2024 di TPA Almeera Day Care Kelurahan Dusun Kepahiang telah dilaksanakan kegiatan Kelas Menulis Sabusabu dengan tema Terapi Luka Batin (Inner Child)

Vera Vebbry N, selaku ketua pelaksana menyampaikan bahwa kegiatan kelas menulis sabusabu ini adalah rangkaian rutin komunitas penulis dalam rangka memperingati hari isra mi’raj nabi Muhammad Saw, mempromosikan Taman Penitipan Anak yang aman dan nyaman sekaligus sebagai terapi bagi peserta yang sedang tidak baik-baik saja.

Sebelum di mulai, peserta mendengarkan bacaan Al-Qur’an dari ananda Aprilio Syahdan Fajar Pratama yang merupakan putra sulung pendiri TPA Almeera Day Care.

Umi Yesi sebagai narasumber dan pendiri kelas menulis sabusabu menyampaikan bahwa inner child ini ada pada setiap orang namun tanpa disadari. Penyebab Inner Child antara lain perasaan diabaikan, direndahkan, dipermalukan, ditolak, dikhianati, kehilangan dll.

Efek luka batin yang tidak segera di tangani antara lain komunikasi yang terputus, timbul masalah baru, psikosomatis, reputasi buruk dan tidak bertumbuh.

Salah satu cara terapi luka batin adalah menulis senandika. Senandika adalah curhat yang bernilai seni dan sastra sehingga bisa menjadi inspirasi bagi sesama.

Senandika menjadi obat bagi jiwa yang sedang terluka.

Dipandu oleh Wilya Ayu Agustina kegiatan kelas menulis sabusabu berjalan syahdu. Para peserta banyak yang meneteskan air mata tatkala sesi terapi berlangsung.

Siska Peliyanti, Kepala Sekolah TPA Almeera Day Care ikut merasakan keharuan tersebut. Dia bersyukur dapat kesempatan menjadi penyelenggara kegiatan ini. Karena sangat bermanfaat untuk terapi jiwa terutama bagi perempuan yang memiliki anak alias ibu.
Beliau menyampaikan terimakasih kepada peserta yang hadir dan berdoa semoga semuanya sehat dan dapat menterapi diri melalui menulis.

Kita tunggu karya Senandika para peserta di kelas ini ya.

Peringati Bulan Bahasa dan Sastra Indonesia dengan Literasi Budaya

Dalam rangka memperingati Bulan Bahasa dan Sastra Indonesia maka pada Hari Rabu, 28 Oktober 2020 TBM Cahaya PKBM Az zahra Kepahiang mengadakan pelatihan menulis dengan tema Literasi Budaya Pengembangan Destinasi Wisata dan Budaya di Kepahiang.

Hadir dan membuka acara tersebut Franco Escobar, S.Kom. Komisi Pendidikan DPRD Kab Kepahiang. Hadir juga Dr. Hartono, M.Pd Kadis Dikbud Kab Kepahiang. Ibu Suriani, M.Pd. Kabid Pembinaan PAUD dan PNF. Bapak Sadikin, S.Pd Kabid Perpustakaan dan Kearsipan Daerah. Serta Yogi Sumantri dan Ayu dari Rumah BUMN Kepahiang.

Narasumber kegiatan adalah Kimli Haroswati, S.Pd. M.TPd Ketua FTBM Provinsi Bengkulu dengan materi berjudul Pengelolaan TBM Dalam Rangka Pengembangan Destinasi Wisata Dan Budaya. Emong Soewandi, Budayawan Kepahiang dengan materi berjudul Literasi Budaya Dalam Rangka Pengembangan Destinasi Wisata Dan Budaya. Dan Umi Yesi, penulis buku yang memberikan tips dan trik menulis semudah bercerita.

Hasil akhir kegiatan ini nanti adalah terciptanya para penulis yang mampu menulis buku terutama tentang budaya-budaya yang ada di Kabupaten Kepahiang.

“Semua peserta yang hadir akan mendapatkan e-sertifikat dan karya-karnyanya akan diterbitkan dan dicetak menjadi buku.” ujar Kms Fahrudin, S.Pd. Ketua TBM Cahaya yang menjadi Ketua panitia kegiatan.

Kegiatan ini disponsori oleh TBM Cahaya bekerjasama dengan FTBM Provinsi Bengkulu dan Rumah BUMN Kepahiang.

Bu Nyai…Pelakor

“Hebat sekali Bu Nyai ini ya…serba bisa. Tapi apakah dia sadar diri jika sudah menyakiti perempuan lain dan anak-anaknya. Perlu ibu-ibu ketahui bahwa dia telah merebut suami orang. Suami dari teman pengajianku. Dasar pelakor!”

Bu Bos memberi komentar kegiatan Bu Nyai yang membantu seorang anak terlepas dari usahanya untuk bunuh diri. Ku lirik waktu di sisi kiri ponselku, pukul 23.15 wib. Hampir tengah malam. Tidak ada yang merespon ucapan  Bu Bos itu, mungkin kawan-kawan grup sudah tidur atau mereka terkejut dan tak tahu harus komentar apa. Keterkejutan yang sama yang kurasakan. Benarkah apa yang disampaikan Bu Bos itu, bahwa Bu Nyai yang terkenal cerdas dan sholehah itu adalah seorang pelakor? Aku gelisah.

Aku tunggu respon ibu-ibu yang lain. Ini berita luar biasa tentunya. Harusnya akan banyak komentar. Pukul 24.20 wib, tak ada respon. Aku semakin gelisah. Ku paksakan memejamkan mata berusaha menghilangkan prasangka. Hingga azan subuh berkumandang, perasaan gelisah ini tak hilang.

Aku bangun, menuju kamar mandi, membersihkan diri dan berwudhu. Dingin air meresap dikulit sedikit mengusir rasa galau. Ku basuh muka dengan sedikit tekanan agar kantukku hilang dan mengencangkan kulit. Maklum di usia hampir kepala empat ini, kerut-kerut kecil sudah mulai mengerogoti wajah bulatku. Dan aku masih sendiri. Masih jomblo di usia 39 tahun. Kenyataan yang harus kualami. Rasa gelisah itu kembali mengayut di hati.

Subuh, dua rakaat kujalani dengan lebih khidmad. Terbayang wajah Bu Nyai yang cantik, cerdas dan disukai semua orang. Selain cantik dia gemar berbagi dengan sesama. Melalui Yayasan yang dia pimpin, ratusan anak yatim/piatu dan dhuafa mendapatkan layanan sekolah gratis. Dan ratusan lansia mendapatkan santunan serta pendampingan. Aku memujanya, mengagumi kecantikan, kecerdasan dan sikap dermawannya. Tapi status whatsapps Bu Bu Bos tadi mengusik hati nurani. Apakah benar Bu Nyai seorang pelakor?

Pelakor merupakan akronim dari ‘perebut lelaki orang’. Istilah ini diidentikkan dengan perempuan yang memicu keributan akibat merebut seorang laki-laki (suami) dari istri sahnya. Perbuatan tersebut biasanya dikenal dengan istilah selingkuh. Secara umum, istilah ini sangat berpihak kepada laki-laki karena meminggirkan peran perempuan dalam suatu hubungan.  Aaah…hatiku benar-benar resah.

Selesai sholat, aku berdoa. Kali ini aku tak lagi meminta perihal jodoh pada Allah. Aku pasrah. Aku ingat pesan Bu Nyai beberapa hari yang lalu.

“Jika keinginanmu belum terkabul, perbaiki doanya. Luaskan niatnya” nasehat Bu Nyai dengan senyum khasnya. Selalu bikin adem setiap kali memandangnya. Dia punya kharisma kuat dan aku mengaguminya.

“Maksud Bu Nyai? Bagaimana meluaskan niat itu?” tanyaku tak mengerti.

“Berhenti dulu minta jodoh kepada Allah, jangan memaksa untuk terkabulnya doa. Ganti doamu dengan mendoakan orang lain yang nasibnya sama denganmu. Luaskan doamu…sebut satu per satu sahabat, tetangga atau orang lain yang belum menikah agar segera bertemu jodohnya. Sejatinya doa untuk orang lain itu adalah doa bagi diri kita sendiri.” Bu Nyai menasehati, membuatku berpikir keras. Bagaimana aku bisa mendoakan orang lain sementara doaku sendiri saja belum terkabulkan.

“Bisa jadi menurut Allah, Dinda belum siap menikah” lanjutnya.

“Belum siap bagaimana? Umurku udah hampir kepala empat Nyai. Uban sudah ada dimana-mana, pipi juga udah mulai reot dan keriput. Jodohnya aja yang belum ada” jawabku sedikit berapi-api. Mengutuk diri sendiri dengan nasib yang ku alami. Mengapa harus aku yang menjomblo? Hampir semua teman-temanku sudah dikarunia anak-anak kini, bahkan ada yang sudah memiliki cucu. Lalu dimana jodohku?

“Maksudnya, Allah tahu  kau belum siap. Bisa jadi kalau sudah menikah Dinda jauh dari Allah karena sibuk ngurusi suami. Nanti Dinda tidak lagi shalat dhuha, tidak lagi ikut kajian setiap Selasa jika sudah menikah. Allah tahu itu, maka dia tunda jodohmu. Bukan tidak ada, tapi di tunda. Ingat ya…ditunda, maka bersabarlah. Doakan orang lain…rayu allah….minta padanya dengan niat yang luas” Bu Nyai mendekat dan mengelus punggung belakangku. Terasa hangat…

“Dinda tahu caranya meluaskan niat agar Allah memberikan jodoh terbaikmu?” tanyanya. Aku mengeleng…karena aku juga belum mengerti apa dan bagaimana caranya.

“Rubah doamu, begini …Ya Allah…jika Engkau berkenan berilah hamba seorang lelaki shaleh sebagai suamiku. Hamba berjanji akan lebih taat kepada-Mu dengan ketaatan pada suamiku nanti.  Hamba akan menjadi teman terbaik dan ibu terbaik bagi anak-anakku kelak. Jika Engkau izinkan Ya Allah…Hamba akan mengabdi sepenuh hati meraih ridho suamiku nanti. Hamba ikhlas….Hamba pasrah ya rabb” Bu Nyai memberiku sugesti, memintaku mengulang kalimat tersebut dengan khusuk, berharap penuh pada sang pemberi kasih, Allahi rabbi.

Maka aku mengingat ingat beberapa sahabat yang kini sedang sendiri, kebanyakan mereka menjadi janda karena berbagai permasalahan rumah tangga mereka. Aku menyebut nama mereka satu persatu dan mendoakan mereka agar segera dipertemukan dengan jodoh pilihan Allah. Jodoh yang akan membawa ke Jannah, bukan karena kebutuhan semata.

Aku tidak meminta jodoh untukku, aku meminta jodoh untuk teman-temanku yang Single Parent. Mereka berjuang menjadi ibu sekaligus ayah bagi anak-anak mereka. Perempuan Kepala Keluarga. Mereka lebih membutuhkan pendamping daripada aku. Toh…aku tidak sendiri di rumah ini, ada Kania anak yatim piatu yang tinggal serumah denganku.

Kania, gadis berumur 12 tahun yang hidup sendirian karena ayah dan ibunya meninggal kecelakaan tunggal.  Aku mengajak gadis kecil itu tinggal bersamaku dan memintanya melanjutkan sekolah. Rupanya Kania hanya bersekolah sampai kelas 5 SD saja. Dia putus sekolah karena faktor ekonomi keluarga.  Inilah awal aku mengenal Bu Nyai. Perempuan baik hati yang menerima Kania sekolah di Yayasannya. Sekolah nonformal yaitu paket A setara SD. Dari awal berjumpa aku sudah jatuh cinta pada kharismanya.

Ah ya….ingatanku kembali pada status whatsapps Bu Bos di grup organisasi perempuan tadi malam. Apakah sudah ada yang komentar? Apakah Bu Nyai sudah membaca? Bagaimana reaksinya? Apakah benar dia Pelakor? Segudang tanda tanya mengusik hatiku.  

Aku buka ponsel dan menyalakan wifi rumah. Punyi khas tanda wa masuk ramai terdengar, maklum banyak group yang aku ikuti. Komunikasi lewat whatsaaps sangat membantu di zaman serba online ini. Aku mencari grup organisasi perempuan, membukanya. Dan….tak ada komentar. Aneh….grup ini seolah terkunci.

Aku harus menelpon Bu Nyai. Aku tidak bisa menahannya lagi.

“Assallamu alaikum Dinda, tumben telpon pagi-pagi?” suara khas Bu Nyai menjawab telponku seolah tak terjadi apa-apa. Apakah dia tidak punya kuota sehingga tidak baca status wa grup?

“Wa alaikum salam, Bu Nyai sudah baca status Bu Bos di Grup organisasi perempuan?” tanyaku tanpa basa basi.

“Belum…status apa? Masih pagi ini…belum sempat buka wa, masih sibuk berbenah di rumah.” Nah…kan, pantas saja dia tidak komentar. Ternyata dia belum buka wa.

“Itu… Bu Bos bilang kalau Bu Nyai pelakor…merebut suami temannya”

“Astaqfirullah al adzim….innalillahi wa inna illahi ….serius Din?”

“Iya…coba Bu Nyai lihat di grup, maaf ya”

“Oh ya…terimakasih infonya ya Din. Nanti saya lihat…”

Percakapan itu ku akhiri. Aku menunggu balasan Bu Nyai di grup. Apa reaksinya dengan kalimat Bu Bos yang cukup menohok itu. Apa benar dia seorang pelakor?

Hening.

BERSAMBUNG

Kegiatan PKW Batik Diwo Kepahiang