Bekerja itu hanya ikhtiar, proses mendapatkan rezeki tetap Allah yang tentukan
Bekerja itu hanya ikhtiar, proses mendapatkan rezeki tetap Allah yang tentukan.
Pukul 08.15 wib, agak kesiangan untuk belanja kebutuhan dapur yang sudah menipis. Namun karena isi kulkasku sudah minim, maka kupaksakan diri untuk berangkat ke pasar pagi. Biasanya pukul 06.00 wib aku jalan kaki dari rumah ke pasar, hitung-hitung olahraga, jalan sehat.
Memasuki pasar, kios pertama yang kutuju adalah penjual telor karena ini adalah menu wajib kesukaan putra bungsuku. Tapi kios tersebut belum buka, begitupun dengan beberapa kios yang lainnya. Pasar sepi…ada apa ya? Batinku penuh tanda tanya.
Kutinggalkan kios telor dan menuju kios daging, hanya ada 3 penjual daging sapi yang buka. Kios yang lain juga tutup. Mungkin karena ini hari Senin, jadi banyak kios tutup pikirku berbaik sangka. Kulanjutkan berbelanja kebutuhan lainnya, rencananya aku akan masak Gudeg makanan khas Yogyakarta. Maka aku mencari nangka muda, sedikit tetelan daging sapi, telor, pucuk ubi kayu dan tahu/tempe sebagai pemanisnya.
Selesai belanja beberapa keperluan yang sudah ku ingat baik-baik dari rumah, apa apa saja yang mesti dibeli. Aku kembali ke kios telor, waktu sudah menunjukkan pukul 08.35 wib. Alhamdulillah kios langganan itu telah dibuka, meski hanya sedikit, belum terbuka sempurna pintu kiosnya. Ku hampiri kios dan melonggokkan kepala agak ke dalam, “Assallamu alaikum Pakde…sudah buka? Saya mau beli telor setengah karpet”
Lelaki paruh baya keluar dan menjawab salamku, “Wa alaikumsalam…oh ya Umi…sebentar, saya baru sampai”
“Kok kesiangan Pak? Biasanya pagi sudah buka” tanyaku untuk menutupi rasa penasaran sedari tadi.
“Sepi Mii…lihatlah banyak kios yang masih tutup bahkan ada yang mau disewakan atau dijual kiosnya tu” jawab Pak Tua yang kusapa Pakde ini. Aku tidak tahu nama persisnya.
“Kalo dulu, habis subuh saya sudah nggak sabaran mau cepat-cepat buka kios dan melayani pembeli. Karena yang beli rame. Kalo kini, males rasanya. Yang belipun sedikit Mii” dia melanjutkan alasannya datang siang, sekaligus curhat.
Saya diam sejenak, memperhatikan beliau memilih telor dan meletakkan di karpet telornya. Lalu saya teringat bahwa Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman, ‘Wahai anak Adam!, beribadahlah sepenuhnya kepadaKu, niscaya Aku penuhi (hatimu yang ada) di dalam dada dengan kekayaan dan Aku penuhi kebutuhanmu. Jika tidak kalian lakukan niscaya Aku penuhi tanganmu dengan kesibukan dan tidak Aku penuhi kebutuhanmu (kepada manusia)” HR. Imam Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al-Hakim.
“Bukankah rejeki itu dari Allah Pakde? Bukan semata dari apa yang kita kerjakan” Selama ini kita salah pemahaman, kita memaknai rezeki sebagai hasil dari bekerja, hasil kerja keras kita, hasil kita banting tulang, peras keringat. Itu sebabnya kita berlomba-lomba mencari pekerjaan, lomba-lomba buka usaha, lomba-lomba menghabiskan sebagian besar waktu dan umur produktif kita hanya untuk menyibukkan diri mencari rezeki Ilahi. Padahal rezeki itu dari Allah bukan dari hasil kita bekerja. Bekerja itu hanya ikhtiar, proses mendapatkan rezeki, tapi dapat atau tidaknya, tetap Allah yang tentukan.
“Seharusnya ni ya…. jika musim sepi begini Pakde buka kios lebih awal dari biasanya. Bisa jadi Allah kirim orang yang butuh beli telor pagi-pagi sekali. Nah…kalo Pakde bukanya siang, rejekinya hilang dong. Dengan menunda nunda buka kios karena sepi pembeli merupakan ikhtiar yang keliru. Semakin sepi pembeli, semakin pagi kiosnya dibuka”
“Hehehe,…iya ya Mii…rejeki dari Allah. Jualan ini ikhtiar saja. Ini Mii…” Pakde mengulurkan setengah karpet telor yang sudah diikat tali.
“Iya Pakde…Bismillah saja, insyaallah Allah akan cukupi rejeki kita. Ini berapa Pakde?”
“Dua puluh ribu Mii, ada tambahan yang lain?”
“Nggak Pakde, cukup telor saja, ini…” aku menyodorkan uang duapuluh ribuan kepadanya, dia menerima uang tersebut dan tersenyum bahagia. Akupun pamit dengan hati yang bahagia pula. Bahagia karena telah menyampaikan pesan kebaikan, meski satu ayat.
Kerja itu ibadah. Lewat pekerjaan yang kita lakukan kita jadi bermanfaat bagi banyak orang. Contoh lain Dokter menolong mengobati orang sakit, memberi resep, memberikan obat, melakukan penanganan medis padanya. Dari jasanya sebagai dokter ia mendapatkan uang yang dibayarkan pasien. Apakah uang itu rezeki yang didapatkan dari hasil bekerja mengobati pasien? Bukan…!!
Kalau rezeki itu adalah urusanNya jadi boleh dong kita leha-leha tinggal menunggu jatuhnya rezeki dari langit? Ini juga pemahaman yang salah. Allah memang Penentu Rezeki kita tapi kepantasan untuk mendapatkannya ditentukan oleh kita sendiri. Ibadah, amal saleh, kebaikan adalah cara kita memantaskan diri di hadapanNya, agar Allah ridha dengan amal ibadah kita dan berkenan memuluskan permintaan kita, termasuk dalam hal rezeki.
Tinggalkan Balasan