Teladani Siti Hajar, Bukan Perempuan Biasa
Kepahiang, 22/8/2018. Tak biasanya, lebaran Idul adha tahun ini terasa sepi dan sunyi. Usai shalat ied pagi ini suasana lenggang karena tak satupun jamaah di lingkungan kami yang memotong qurban. Jamaah pulang ke rumah masing masing dengan kepala tertunduk dan segera menutup pintu. Karena tak ada yang bisa diberikan untuk menjamu tamu. Tak jua nampak kerumunan anak muda yang biasanya ramai di obyek wisata. Ied yang sunyi di sekitar kami.
Sepinya suasana hari raya Idul Adha 1439 H ini bukan tanpa alasan. Karena tingkat ekonomi masyarakat yang semakin lemah. Di mana harga harga merangkak naik, sementara hasil panen tak sesuai harapan. Penduduk Kepahiang yang mayoritas petani ini merasakan betul sulitnya mencari sesuap nasi. Dampaknya adalah tak ada kue di atas meja tamu. Tak ada makanan mewah yang biasa di suguhkan saat lebaran tiba. Pun tak ada baju baru yang mereka kenakan hari ini. Hampa…
Dan…kesunyian ini membuatku teringat akan perjuangan ibunda Siti Hajar, perempuan mulia, isteri kekasih Allah Ibrahim As. Mungkin kita bisa meneruskan perjuangan dan kesabaran beliau dalam menghadapi ujian hidup. Mari kita teladani perjalanan ibunda Siti Hajar, bukan perempuan biasa agar hidup kita tentram dan tetap bergembira di tengah ujian yang menimpa.
Berbaik sangka kepada Allah SWT
Kita wajib berbaik sangka kepada Allah apa pun keadaannya. Allah akan berbuat terhadap hamba-Nya sesuai persangkaannya. Jika hamba itu bersangka baik, maka Allah akan memberikan keputusan yang baik untuknya. Jika hamba itu berburuk sangka, maka berarti ia telah menghendaki keputusan yang buruk dari Allah untuknya. Allah tidak akan menyia-nyiakan harapan hambanya yang berbaik sangka kepada-Nya. Seorang hamba yang bijak adalah mereka yang senantiasa berbaik sangka kepada Allah dalam setiap keadaan. Jika ia diberi kenikmatan, ia merasa bahwa hal ini adalah karunia dari Allah. Ia tidak merasa dimuliakan dengan kenikmatan duniawi tersebut. Jika ia diuji dengan penderitaan atau kekurangan, ia merasa bahwa Allah sedang mengujinya agar ia dapat meraih tempat yang mulia. Ia tidak berburuk sangka dengan menganggap Allah tidak adil atau Allah telah menghinakannya.
Kita belajar kepada Siti Hajar walaupun dia seorang wanita yang baru mempunyai anak bayi, kemudian di tinggalkan suaminya di padang pasir yang gersang, tetapi dia yakin jika ini adalah perintah Allah maka Allah tidak akan menyia-nyiakannya. Allah pasti akan membantunya, kisah ini bukan hanya untuk Siti Hajar saja, kisah ini bukan untuk zaman itu saja, akan tetapi kisah ini akan terus berulang pada setiap zaman bahwa Allah SWT tidak akan menyia-nyiakan hambanya yang senantiasa berbaik sangka kepada-Nya dalam segala hal.
Bersungguh sungguh mencari rezeki yang halal
Setelah Ibrahim AS meninggalkan istri dan anaknya untuk kembali meneruskan perjuangannya berdakwah kepada Allah SWT. Siti Hajar menyusui Ismail sementara dia sendiri mulai merasa kehausan. Panas matahari saat itu menyengat sehingga terasa begitu mengeringkan tenggorokan.
Setelah dua hari, air yang di bawanya habis, air susunya pun kering. Siti Hajar dan Ismail mulai kehausan. Pada waktu yang bersamaan, makanan pun habis, kegelisahan dan kekhawatiran membayangi Siti hajar. Ismail mulai menangis karena kehausan.
Kemudian sang ibu meninggalkannya sendirian untuk mencari air. Dengan berlari – lari kecil dia sampai di kaki bukit Shafa. Kemudian dia naik ke atas bukit itu. Di taruhnya kedua telapak tangannya di kening untuk melindungi pandangan matanya dari sinar matahari, kemudian dia menengok ke sana kemari, mencari sumur, manusia, kafilah atau berita. Namun tidak ada sesuatu pun yang tertangkap pandangan matanya.
Maka dia bergegas turun dari bukit Shafa dan berlari – lari kecil sampai di bukit Marwa. Dia naik ke atas bukit itu, barangkali dari sana dia melihat seseorang, tetapi tidak ada seorang pun. Siti Hajar turun dari bukit Marwa untuk menengok bayinya. Dia mendapati Ismail terus menangis, tampaknya sang bayi benar-benar kehausan. Melihat anaknya seperti itu, dengan bingung dia kembali ke bukit Shafa dan naik ke atasnya. Kemudian dia ke bukit Marwa dan naik ke atasnya, Siti hajar bolak – balik antara dua bukit, Shafa dan Marwa, sebanyak tujuh kali.
Ada rahasia yang jarang di kupas dari kejadian ini, yaitu kesungguhan Siti Hajar dalam mencari air, di keluarkan segala tenaganya bolak balik dari Shafa dan Marwa, walaupun bolak balik dari Shafa dan Marwa belum mendapatkan air dia terus berusaha. Walaupun akhirnya air itu ada di dekat anaknya sendiri. Ini memberikan pelajaran kepada kita untuk bersungguh-sungguh dalam menjemput rezeki dengan mengeluarkan segala kemampuan yang kita miliki karena kita di perintahkan bukan hanya melihat hasil tapi juga usaha dan tenaga yang kita keluarkan.
Berkorban untuk Allah SWT
Ketika Ismail bertambah besar, hati Ibrahim tertambat kuat kepada putranya tersebut. Tidak mengherankan karena Ismail hadir di kala usia Nabi Ibrahim sudah tua. Itulah sebabnya beliau sangat mencintainya. Namun Allah hendak menguji kecintaan Ibrahim as dengan ujian yang besar disebabkan cintanya itu.
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!”
Ismail menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu,… insyaallah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. (QS. Ash Shaaffat: 102 )
Ibrahim mengambil jalan yang paling baik, yaitu berkata yang jujur dan lemah lembut kepada putranya, ketimbang menyembelihnya secara paksa.
Lihatlah kepasrahan dan pengorbanan Ismail dan ayahnya Ibrahim, mereka berlomba-lomba untuk mendapatkan cinta Allah. Mereka berlomba-lomba untuk mendapatkan kasih sayang Allah. Walaupun yang di korbankan adalah diri mereka sendiri.
Pendidikan Agama dalam keluarga
Nabi Ismail tidak akan menjadi anak yang penyabar jika tidak mendapat pendidikan dari ibunya, Siti Hajar tidak akan menjadi wanita yang penyabar jika tidak di didik oleh suaminya Ibrahim as. Dan nabi Ibrahim as tidak akan dapat sabar jika tidak mendapat didikan dari Allah SWT melalui wahyuNya dan ujian hidup yang menimpanya.
Seorang anak dalam perkembangannya membutuhkan proses yang panjang, maka peran orang tua dalam membentuk perilaku yang berakhlaq mulia sangat dibutuhkan, perhatian sempurna kepada anak semenjak dari masa mengandung, melahirkan hingga sampai dewasa. Kewajiban ini diberikan di pundak orang tua oleh agama dan hukum masyarakat. Karena seseorang yang tidak mau memperhatikan pendidikan anak dianggap orang yang mengkhianati amanah Allah. Sebagian ahli ilmu mengatakan bahwa Allah Swt. Pada hari kiamat nanti akan meminta pertanggungjawaban setiap orang tua tentang perlakuan mereka kepada anaknya.
Nah..teladan nabi Ibrahim, pengorbanan ibunda Siti Hajar dan keikhlasan Ismail dapat menjadi contoh dalam keseharian kita. Sehingga hati tak gersang dan lingkungan menjadi sunyi. Semoga ujian tahun ini dapat kita lalui dengan sabar dan berbuah manis sesuai janji Allah SWT.
“ SELAMAT HARI RAYA IDUL ADHA 10 DZULHIJAH 1439 H”
Tinggalkan Balasan