Pemberdayaan Masyarakat Dalam Penanggulangan TBC di Kepahiang
Kepahiang, 8/8/2019. Pemberdayaan Masyarakat Dalam Penanggulangan TBC
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular yang sangat cepat penularannya. Oleh karena itu diperlukan sinergi antara pemerintah dan masyarakat dalam penanggulangannya. Keberhasilan dalam penanggulangan TBC di suatu wilayah tidak terlepas dari adanya peran masyarakat yang diupayakan melalui proses pemberdayaan masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat adalah suatu upaya atau proses untuk menumbuhkan kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat dalam mengenali, mengatasi, memelihara, melindungi dan meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri. Pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan TBC yaitu menumbuhkan kesadaran, kemauan dan kemampuan dalam memutus mata rantai penularan TBC.
Hal inilah yang dilakukan oleh organisasi perempuan Muhammadiyah yang bernama ‘Aisyiyah. Organisasi ini menjadi pilar strategis Muhammadiyah sebagai gerakan perempuan dalam melaksanakan dakwah, amar ma’ruf nahi mungkar. ‘Aisyiyah ikut berperan dalam penanggulangan TBC dengan program GRASS (Gerakan ‘Aisyiyah Sehat) dengan tema Gerakan ‘Aisyiyah mewujudkan Kecamatan Bebas TBC.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah Kabupaten Kepahiang, Mulyanti, S.Pd.Aud menyampaikan bahwa mereka merekrut dan melatih 25 orang Kader TBC di Kabupaten Kepahiang yang akan mengemban tugas sebagai kader di 3 Kecamatan sebagai sasaran tahun 2019 yaitu Kecamatan Kepahiang, Kecamatan Tebat Karai dan Kecamatan Ujan Mas.
Pelatihan kader TBC telah berlangsung sejak hari Rabu, 7 Agustus 2019 dan akan berakhir pada hari Jumat, 9 Agustus 2019. Di hari kedua ini peserta pelatihan mendapatkan materi pendampingan pengobatan yang disampaikan oleh Petugas TBC Puskesmas Ujan Mas, ibu Fitri Andriani, Amd.Kep kemudian materi dari dr. Ana Marlina yang bertugas sebagai dokter di Puskesmas Pasar Kepahiang.
“Pasien tuberculosis bisa disembuhkan melalui pengobatan yang terstandar, minimal 6 bulan. Minum obat harus rutin dan tidak boleh terputus. Dua bulan pertama bertujuan mematikan kuman TB, dan empat bulan setelahnya untuk mengendalikan kuman yang bersembunyi agar tidak aktif lagi. Jika lalai dan minum obat terputus maka dikhawatirkan virus akan resisten obat. Akibatnya pasien akan semakin banyak minum obat, bisa 23 butir sehari dan di suntik setiap hari” ujar dokter Ana menegaskan tentang pentingnya minum obat secara teratur agar pasien lekas sembuh dan tidak menular kepada anggota keluarga dan masyarakat sekitar.
Untuk membantu memantau dan memastikan pasien TB minum obat secara teratur itulah dibutuhkan peran masyarakat, baik keluarga, kader maupun masyarakat sekitar. Oleh karena itu peran kader sangat penting di sini. Diharapkan kader TBC ‘Aisyiyah ini akan meningkatkan pemahaman masyarakat tentang bahaya penyakit TB dan mengajak pasien TB untuk rutin minum obat agar sembuh.
Terakhir, fasilitator TBC Ujang Sutrisno memaparkan tentang investigasi kontak dan pencatatan pelaporan kader. Menurut beliau jika dalam keluarga ada 1 penderita TB maka semua anggota keluarga dapat terduga menderita TB juga. Maka perlu dilakukan investigasi untuk meningkatkan penemuan kasus TBC dengan cara mendeteksi secara dini dan sistematis terhadap orang yang kontak dengan sumber infeksi TBC. Nah…mari kita bersama-sama mensosialisasikan hal ini kepada masyarakat agar melaporkan atau memeriksa kesehatannya jika ditemukan gejala TBC. Gejalanya antara lain gejala utama batuk berdahak maupun tidak berdahak lebih dari 2 minggu, dan gejala tambahan seperti sesak napas, badan lemas, nafsu makan menurun, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik dan demam meriang lebih dari satu bulan.
Tinggalkan Balasan