"PKBM AZ- ZAHRA""MEMBANGUN PERADABAN YANG BERMARTABAT" "MARI KITA TUNTASKAN WAJIB BELAJAR DUA BELAS TAHUN""TIDAK ADA KATA TERLAMBAT UNTUK BELAJAR"

Ikuti Kelas Terapi, FPPI Bantu Meminimalisir Kasus Perempuan dan Anak di Kepahiang

Baru-baru ini saya menangani klien seorang ibu dengan anak dibawah umur yang menjadi korban bujuk rayu ayah tiri sehingga terjadilah persetubuhan. Hal ini sudah berlangsung lebih dari sekali. Ketika sang ibu mengetahui perbuatan tersebut, dia syok dan meluapkan emosinya dengan memukul anaknya hingga tubuh anak memar dan biru-biru.

Seperti pengetahuan yang saya pelajari di kelas PPA For Healing, dr. Rama selalu menekankan bahwa jika ada permasalahan menimpa sang anak, maka yang diterapi terlebih dahulu adalah orangtuanya. Maka saya mendekati sang ibu yang tak bisa berhenti menangis sambil mengendong putranya yang berumur 1 tahun. Anak tersebut seolah mengerti kegelisahan sang ibu sehingga diapun rewel tidak mau lepas dari gendongan ibunya.

“Ibu, mohon izin membantu, saya Yesi, terapis. Jika ibu berkenan saya bantu meringankan beban yang ibu rasakan saat ini. Rasa apa yang paling menganggu ibu saat ini?” tanyaku sembari mengelus pundaknya. Ibu ini dalam posisi duduk dan tertunduk.

“Marah. Saya sangat marah sama anak tersebut, ngapo dio idak bercerito dari awal kalo laki aku ganggu dio. Kalo aku tahu dari awal, idak bakal lamo aku bertahan hingga punya anak lagi dari dio ni” dia menunjuk anak laki-laki dalam gendongannya.

Saya paham, mencoba memberi empati dengan musibah yang dihadapinya. Dia kehilangan kepercayaan dengan dua orang yang sangat dekat dan disayang yaitu anak perempuan dan suaminya. Dia merasa dikhianati. Merasa di duakan. Dia marah dengan anak perempuannya yang tak berdaya menghadapi ayah tirinya sejak awal. Dan dia marah dengan suami yang berbuat diluar perkiraan.

Seperti biasa, saya mulai sesi terapi dengan berdoa terlebih dahulu. Memohon kepada Allah yang maha membolak balikkan hati agar si ibu dapat menghilangkan rasa marahnya. Saya minum air putih yang telah disiapkan sebelumnya. Sang ibu sambil mendekap putranya yang sedang tertidur, saya bimbing membaca surat Alfatehah, Al-Ikhlas, Al-falaq dan surat An-nas lalu meminum air putih dengan doa agar allah meringankan beban perasaan yang dideritanya.

Seft up sudah usai, lalu Tune In yaitu merasakan emosinya, sambil membayangkan, merecall kembali audio kata-kata atau merasakan peristiwanya. Saya minta dia membayangkan anak perempuannya saat dia pukul dan dimaki dengan kata-kata kasar. Dia menurut, lalu saya minta dia membayangkan ketika hamil dan melahirkan putrinya tersebut. Dia mengelengkan kepala…katanya dia tidak bisa membayangkan, dia tidak ingat.

Saya tanya, apa yang dia ingat? Suami. Yang dia ingat adalah suaminya seolah sedang berdiri di depan pintu, memandangnya dengan wajah penyesalan. Saya tanya, apakah masih marah sama putrinya? Jawabnya tidak lagi…tidak ada rasa marah lagi. Dia tahu anaknya adalah korban. Seharusnya dia peluk dan beri perlindungan. Dia menangis lagi. Putranya terbangun, memecah konsentrasi. Aku minta dia pindah duduk di kursi sambil menyusui agar putranya tertidur kembali.

“Apakah ibu sangat mencintai suami?” Dia menjawab Iya, dan mengkhawatirkan nasib anak-anak karena dia tidak bekerja. Suamilah tulang punggung utama. Sekarang suaminya telah dipenjara karena laporan masyarakat yang mendengar curhat sang anak sebelumnya. Dia merasa tak berdaya, antara benci dan cinta. Benci karena perbuatan suami telah merusak masa depan putrinya. Namun masih tersisa rasa cinta karena selama ini suaminya tidak memperlihatkan gelagat aneh dan selalu berbuat baik padanya. Memenuhi semua kebutuhannya. Bimbang, antara percaya dan tidak dengan kenyataan yang dihadapi saat ini.

Selesai curhat saya lanjutkan Tapping, adalah mengetuk-ngetuk ringan titik meridian sambil berdoa. Kali ini saya minta dia mendoakan suaminya agar menyadari kesalahannya. Saya tidak meminta dia melupakan bayangan suami, justru saya minta dia untuk mengingat masa-masa bahagianya bersama suami. Hal ini penting untuk mengurangi bebannya. Meringankan beban bukan dengan cara melupakan. Sebab semakin kuat keinginan untuk melupakan, maka semakin kuat ingatan terhadapnya. Yang saya ajarkan adalah penerimaan, mau membuka mata dan hati bahwa suami yang disayang tersebut telah melanggar aturan, melakukan dosa besar dan menghancurkan masa depan anak gadisnya.

Saya juga menyampaikan bahwa rejeki itu bukan semata dari suami. Jangan bergantung padanya. Sebab yang memberi rejeki adalah Allah SWT. Yakinlah…allah akan mencukupi kebutuhan mereka meski suami di penjara. Dia mengangguk…matanya tertutup menikmati setiap ketukan yang ku lakukan di titik meridian.

Aku lanjutkan tapping disertai doa agar Allah memberinya ketenangan. Semua adalah ketentuan Allah, jangan berkeluh kesah mengapa musibah seberat ini menimpa kita. Bisa jadi ada dosa yang selama ini tidak kita sadari sehingga ini menjadi teguran agar kita kembali kepadaNya. Atau ini adalah cara Allah menghapus dan mengurangi dosa-dosa kita di dunia, syaratnya kita ikhlas dan pasrah menerima musibah besar ini. Dia mengangguk. Tanggisnya sudah reda.

***************************************

 

Setelah melihat kondisi sang ibu yang sudah tenang dan rileks, aku datang menghampiri putrinya di ruang yang berbeda. Dia baru selesai shalat ashar di belakang rumah, tepatnya di rumah Ketua P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak), ada mushala kecil di sana. Dan dia ditemani seorang pemerhati anak yang ikut membantu dalam proses ini.

Anak ini masih sangat belia, berusia sekitar 12 tahun, masih sekolah di tingkat Sekolah Dasar. Dia menunduk sambil sesekali mengusap air mata yang jatuh membasahi mukenanya. Aku mendekat, memegang tangan kanannya dan memperkenalkan diri.

“Assallamu alaikum, sehat nak?” Dia menatapku, mengangguk sekilas dan menunduk kembali.

“Saya Yesi, Umi Yesi…, jangan khawatir, jangan cemas, umi datang untuk membantumu. Apa yang kau rasakan saat ini?”

“Takut” jawabnya singkat.

“Takut dengan siapa?”

“Mamak”

“Kenapa?”

“Dia mukul” dia memperlihatkan bahu sebelah kanan yang masih biru dan memar bekas pukulan. Aku mengangguk, tersenyum padanya. Memberinya rasa empati.

Setelah berbincang sejenak, aku memulai sesi terapi sesuai petunjuk yang ku dapat dari kelas PPA For Healing beberapa bulan lalu. Metode terapi ini terbukti ampuh membantu klien yang mengalami permasalahan fisik dan psikis.

Sesi pertama adalah menghilangkan rasa takut dengan ibunya, Alhamdulillah baru kalimat set up saja rasa takutnya sudah hilang. Dari skala 10 menjadi nol. Dia tidak takut lagi.

Namun dia masih cemas, khawatir jika ketahuan teman-teman di sekolah nanti. Aku melanjutkan sesi Tune in dan tapping. Baru satu putaran dia mengaku sudah tidak cemas lagi. Wajahnya sudah mulai memerah yang sebelumnya terlihat layu dan pucat. Aku mengucap syukur, Alhamdulillah dipermudah. Temanku, sang pemerhati anak tadi takjub. Dia sampai tak bisa menahan air mata karena haru. Kami memeluk anak tersebut, sama-sama menangis. Anak sekecil ini sudah diberi cobaan berat, semoga dewasanya nanti bisa jadi perempuan kuat dan hebat, doaku dalam hati.

Menjelang magrib, kami mempertemukan ibu dan anak ini dalam satu ruangan. Awalnya masih kaku. Mereka saling berdiam diri. Aku memberi isyarat pada sang anak agar memeluk ibunya dan meminta maaf. Dia memandangku agak ragu, aku raih tangannya menuntun dia menyentuh ibunya. Pecahlah tanggis keduanya. Sang anak terisak memohon ampun dan maaf dari ibunya. Ibu membalas pelukan putrinya lebih erat. Kami yang menyaksikan terlarut dalam keadaan. Ikut menangis dan berucap syukur. Hatiku merasa hangat.

Nah..kawan-kawan kota kecil kita ini sedang marak dengan kasus-kasus seperti ini. Maka dibutuhkan tim yang solid dan kuat untuk membantu meminimalisir masalah perempuan dan anak. Saya, ketua DPC FPPI Kabupaten Kepahiang mengajak kawan-kawan yang berminat mengikuti kelas terapi seperti yang saya praktekkan kepada dua klien di atas. Insyaallah akan dilaksanakan Sabtu-Ahad, 14-15 Maret 2020 di Hotel Santika Bengkulu.

Info lengkap silahkan daftar dan hubungi Pak Dedi 0819-4380-800 atau Ibu Mudriyanti 0812-7198-8873. Semoga bermanfaat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

nineteen − nineteen =

Kegiatan PKW Batik Diwo Kepahiang