BELAJAR DARI MASALAH ANAK !
BELAJAR DARI MASALAH ANAK !
Selasa, 23 Januari 2018
Seminggu yang lalu, saya kedatangan tamu seorang sahabat sekaligus tetangga rumah ketika awal berdirinya PKBM az Zahra Kepahiang. Ibu ini datang malam malam, ba’da Isya. Dia bermaksud mendaftarkan anaknya mengikuti program kesetaraan paket A, sebab anaknya baru baru ini di keluarkan dari sekolah. Anak tersebut sudah kelas 6 SD, di kembalikan kepada orang tuanya karena kenakalan yang dilakukan berulang ulang. Mereka sudah berusaha mencari sekolah lain yang dapat menerima kondisi anaknya dan berharap anak tetap bisa ikut Ujian nasional kelas 6. Namun, karena sistem pendataan secara online melalui dapodik sudah di tutup, maka anak tersebut tidak bisa pindah ke sekolah lain. Dan hal yang sama juga terjadi pada sistem dapodikmas di PKBM. Anak tersebut tidak bisa masuk ke dapodikmas sebagai siswa paket A kelas 6, sebab dapodikmas sudah di tutup akhir Desember 2017 lalu.
Informasi ini tentu membuat sang ibu bersedih, putus asa dan kecewa. Lalu jalan apa lagi yang harus di tempuh agar anak dapat sekolah lagi dan ikut ujian nasional SD?. Sebagai pegiat pendidikan nonformal yang akrab dengan permasalahan anak putus sekolah, tentu hal ini menjadi perhatian serius. Apalagi usia anak masih sekolah dasar. Sebagai informasi anak putus sekolah di Kabupaten Kepahiang yang di data oleh Tim pendataan ATS per juni 2017 berjumlah 1.005 orang anak usia sekolah yang tidak sekolah/putus sekolah. Jumlah ini berimbas kepada IPK kabupaten hanya sebesar 7,53 dari 12,5 yang diharapkan. Artinya…jumlah anak putus sekolah ini cukup mengkhawatirkan jika tidak segera ditangani segera. Dan saat ini, anak putus sekolah yang kembali bersekolah di PKBM Az Zahra Kepahiang setingkat Sekolah Dasar atau paket A berjumlah 28 anak, dan ada 7 anak yang belum sama sekali mengenyam pendidikan formal. Mereka masih buta huruf dan perlu bimbingan khusus.
Kembali ke permasalahan anak di atas, upaya yang kami lakukan adalah berkoordinasi ke Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan tingkat Kabupaten/Kota. Mereka segera mengumpulkan informasi terkait anak yang dirumahkan tersebut. Dan di adakan upaya mediasi antara orang tua dengan pihak sekolah guna mencari solusi penanganan masalah. Maka sesuai hari dan tanggal yang di sepakati, upaya mediasipun di lakukan.
Pihak pihak yang hadir dalam mediasi adalah, anak, kedua orangtua anak, kepala sekolah, guru guru yang terlibat dalam menghadapi kenakalan kenakalan anak dan operator dapodik. Hadir dari Dinas Dikbud kabupaten Kepala Bidang Dikdas, kasi kurikulum dan konselor anak/psikolog dari dikbud.
Sebelum mulai mediasi, konselor menekankan beberapa point penting yang perlu pemahaman bersama, yaitu:
- Anak adalah cerminan orang tuanya. Jika anak bermasalah maka yang perlu mendapatkan konseling awal adalah orang tuanya, sebab dapat dipastikan ada yang kurang atau salah pada diri ayah dan ibunya. Ada pola asuh yang salah dalam keluarga. Hal ini benar sekali, sebab anak ini pernah di tinggal pergi sang ayah saat anak masih usia taman kanak kanak. Artinya anak kehilangan figur ayah selama bertahun tahun. Dan saat ayahnya kembali, sang ibu sudah menikah lagi. Anak adalah korban !
- Ajari anak untuk dapat menyampaikan isi hati dan perasaannya dengan baik. Jalin komunikasi secara akrab dengan anak agar orang tua tahu apa sebenarnya yang sedang di rasakan oleh anaknya. Dengan demikian orang tua tahu apa penyebab anak marah, kesal, emosi, sedih ataupun takut. Saat mediasi di ketahui bahwa anak ternyata sulit untuk tidur dengan nyenyak. Hal ini tidak di ketahui oleh orang tuanya, sebab anak tidur di kamar terpisah. Kesulitan tidur pada anak adalah pertanda anak sedang ada masalah. Perhatikan anak anda!
- Dan kabid dikdas juga berpesan agar orang tua anak tidak membela anak saat melakukan kesalahan di depan orang lain, apalagi anak mendengar pembelaan tersebut. Sebab jika hal tersebut di lakukan, maka anak tidak tahu kalau sudah melakukan kesalahan dan akan terus mengulang kesalahan yang sama sebab selalu ada pembelaan dari orang tuanya.
Saat mediasi di ketahui beberapa kenakalan yang dibuat siswa tersebut antara lain menulis dan menambahkan jumlah nominal tabungan sekolah sendiri, berkelahi dengan kawan kawan hampir setiap hari, suka usil dan bercanda yang menyakiti perasaan anak lain, menyepelekan guru honor dan tidak mengerjakan tugas yang di minta, dan puncak kenakalan anak hingga di “dikembalikan” adalah anak melawan guru dan berkata kata kasar yang menyinggung perasaan gurunya.
Satu persatu guru menyampaikan keluhannya dalam mendidik siswa istimewa tersebut, sehingga mereka benar benar kewalahan dan hampir menyerah. Dan saat anak di tanyai kebenarannya, dengan jujur anak mengakuinya. Dia menanggis tanda penyesalan. Lalu upaya apa yang pantas di lakukan untuk siswa tersebut ???
Terjadi perdebatan yang panjang, dewan guru menyerah dan tidak mau mengajar siswa tersebut lagi. Anak di minta pindah ke sekolah lain saja. Namun kasi kurikulum dikbud menjelaskan bahwa anak tidak bisa pindah sekolah sebab anak tersebut telah terdaftar sebagai peserta UN di sekolah yang bersangkutan. Dan jika anak di pindah maka akan menambah masalah lain di sekolahnya yang baru. Usul yang lain, agar anak belajar saja di rumah (Homeschooling) atau belajar di PKBM az Zahra Kepahiang dan pihak sekolah bersedia menampung saat anak ujian nanti. Usul inipun mendapat penolakan dari kasi kurikulum sebab tingkat kehadiran siswa di kelas minimal 90%. Jika tidak tercapai maka hal tersebut menyebabkan anak tidak lulus UN. Lalu kepala sekolah menengahi dan mengusulkan jika anak masih dapat kembali ke sekolah asalkan orang tuanya mau menemani anak beberapa hari sampai anak stabil dan tidak menggulangi kenakalan yang sama lagi. Syarat lain anak belajar di ruang terpisah dengan kawan kawannya, agar tidak menganggu di kelas lagi. Hal inipun masih mendapat penolakan dari dewan guru, mereka berharap anak tetap pindah ke sekolah lain.
Saat di tanya apa pendapat ayah dan ibunya terkait sanksi untuk anaknya. Sang ayah dengan suara bergetar menahan tanggis berkata: “Saya berterima kasih kepada kepsek dan dewan guru sudah mendidik anak saya, saya memohon jika bisa anak saya tetap belajar di kelas dengan teman temannya dan saya siap tiap hari menemani anak tersebut di sekolah.”
Suasana tegang masih terasa, dan saya manfaatkan untuk meredahkan suasana.
“Bapak/ibu semuanya, mohon izin bicara…seminggu lalu sang ibu datang ke saya untuk mendaftarkan anaknya ke paket A. Jika saat ini dapodikmas pkbm masih bisa di buka, maka masalah ini sudah selesai dan tidak perlu ada mediasi ini. Perlu di ketahui usaha luar biasa yang sudah di lakukan oleh ibunya adalah mendatangi setiap guru untuk meminta maaf dan memohon agar anak dapat sekolah lagi. Sang ayah sudah datang ke beberapa sekolah untuk memindahkan anaknya. Artinya usaha orangtua agar anak tetap sekolah sudah maksimal. Hari ini kita menyaksikan skenario Allah SWT, apa itu ?. Yakni keberanian sang ayah untuk memohon agar anaknya tetap sekolah dan dia siap menemani anak tersebut di sekolah. Sang ayah sudah menyadari kesalahannya selama ini pergi meninggalkan anak tanpa kabar. Dan dia mau menebus kesalahan tersebut dengan menemani dan membimbing anaknya di sekolah bersama dewan guru di sini. Untuk itu saya mohon…maafkan kesalahan dan kenakalan anak tersebut, dan izinkan dia melanjutkan sekolahnya kembali.”
Selanjutnya kepala bidang dikdas menegaskan beberapa hal terkait sekolah:
- Setiap aturan dan tata tertib sekolah harus di sosialisasikan dan di tanda tangani oleh orang tua/wali siswa
- Sekolah tidak diperkenankan mengembalikan anak menjelang anak mengikuti Ujian Nasional karena akan mendapat sanksi administratif
- Berhati hati bagi guru yang membuat pernyataan tidak sanggup mendidik karena kenakalan yang di lakukan oleh siswa sebab hal tersebut akan menjadi bumerang bagi diri sendiri. Ingatlah…. bahwa tujuan pendidikan adalah untuk memanusiakan manusia. Itu artinya, tugas guru bukan hanya mengajar di kelas namun ikut serta dalam membentuk akhlak dan kepribadian anak didik agar kelak menjadi manusia seutuhnya.
Suasanapun menjadi sunyi, semua tertunduk dan saling intropeksi diri, sang anak masih meneteskan air mata melihat ibunya yang tertunduk diam menahan haru atas pernyataan mantan suaminya tadi. Lalu sang konselor bertanya kepada dewan guru, perubahan sikap apa yang diharapkan kepada anak agar anak dapat diterima sekolah lagi ?. Dewan guru mengajukan beberapa harapan perubahan. Namun sang konselor menegaskan cukup 2 perubahan. Sebab kita tidak bisa memaksakan anak harus berubah 100%. Biarlah anak berproses melalui masa kanak kanaknya hingga hal hal buruk pada dirinya hilang dengan bantuan dan bimbingan orang tua di rumah dan dewan gurunya di sekolah. Akhirnya di sepakati 2 hal yang diharapkan perubahan terhadap anak yaitu:
- Anak tidak menganggu atau berkelahi dengan kawan kawannya di kelas
- Anak harus fokus saat belajar dan mengerjakan tugas dari guru jika ada tugas.
Saat kisah ini di tulis, anak sudah kembali ke sekolah di temani ayahnya. Perlu waktu lama untuk merubah sikap dan prilaku anak sesuai yang kita inginkan. Namun jika berusaha, ikhtiar dengan maksimal maka tidak sulit bagi Allah SWT untuk membolak balik hati manusia. Hal ini menjadi pelajaran bagi kita semua sebagai orang tua dan guru tentang pentingnya kebersamaan dalam mendidik anak. Anak harus didik dengan benar oleh orang tua, oleh guru di sekolah dan mendapat lingkungan yang kondusif di masyarakat sekitarnya. Mari sayangi anak anak kita….., jangan sampai anak tidak sekolah !.
Tinggalkan Balasan